Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan belum memanggil Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dalam perkara dugaan suap proyek jalan di wilayah tersebut. Menurut KPK, hingga saat ini tidak ada saksi yang menyebut nama sang gubernur selama proses penyidikan berlangsung.
“Kenapa saat penyidikan tidak dipanggil? Ini karena bisa saja saksi-saksi yang kami periksa tidak menyebutkan namanya atau tidak mengungkapkan keterkaitannya dengan perkara yang sedang kami dalami,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Asep menegaskan, KPK tidak dapat serta-merta memanggil seseorang tanpa dasar hukum yang kuat. Setiap pemanggilan, kata dia, harus didasarkan pada keterangan, bukti awal, atau petunjuk yang relevan sesuai dengan tahap penyidikan.
“Kami tidak boleh memanggil orang tanpa ada bukti pendukung. Kalau di pengadilan itu biasa terjadi, majelis hakim bisa meminta terdakwa atau saksi untuk dihadirkan. Itu bisa disebut sebagai fakta baru,” katanya.
KPK saat ini masih menunggu perkembangan persidangan sebelum menentukan langkah lanjutan. Lembaga antikorupsi itu menyatakan akan mencermati dinamika di persidangan, termasuk bila nantinya majelis hakim atau jaksa meminta pemeriksaan tambahan terhadap pihak-pihak tertentu.
“Kami juga menunggu nanti setelah dipanggil oleh majelis, kemudian kami ikuti seperti apa keterangan yang diharapkan oleh majelis,” ujarnya.
Dalam perkara ini, KPK menangkap lima orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara. Mereka adalah Kepala Dinas nonaktif Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting; Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Rasuli Efendi Siregar; Pejabat Pembuat Komitmen pada Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto; Direktur Utama PT Duta Nusa Gemilang, M Akhirun Efendi Siregar; serta Direktur PT Rumah Negeri, M Rayhan Dalusmi Pilang.
Dalam operasi tersebut, KPK menyita uang tunai senilai Rp231 juta. Namun, jumlah tersebut dinilai hanya sisa dari pembagian dana suap yang telah berlangsung sebelumnya.
KPK menduga para pemberi suap menjanjikan komisi antara 10 hingga 20 persen dari nilai proyek. Total nilai proyek sebesar Rp231,8 miliar, sementara dana yang disiapkan untuk suap disebut mencapai Rp46 miliar. (*)